REVOLUSI MORAL MENUJU CIVIL SOCIETY
TUGAS
Disusun Guna Memenuhi Tugas
MataKuliah: PKN
Dosen Pengampu: Dr.
Syamsul Ma’arif, M.Ag

Disusun oleh:
Muntafi’ah (1403036093)
JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS
ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
2015
Abstrak
Bangsa
Indonesia kini tengah terjerumus ke dalam lembah moralitas yang paling dalam.
Tanda-tanda keruntuhan moral telah menampakkan dirinya diman-mana. Dari
kekerasan yang paling kuno sampai yang paling canggih. Dari kriminalitas
berdarah sampai penyelewengan hukum tanpa rasa malu, rasa ngeri, takut, sedih,
penyesalan, tobat sebagai bagian dari struktur moral, seolah-olah telah
terkikis dari nurani. Kita berada pada satu keadaan ketidakpastian moral pada
satu titik ambiguitas moral.
Masyarakat,
kemudian bergerak ke arah sebuah krisis legitimasi (moral), yaitu tidak lagi
mendengar imbauan-imbauan moral pihak berwenang, karena penguasa itu sendiri
justru sering mencontohkan tindakan-tindakan melanggar moral. Akibatnya, terjadi
suatu gerakan pembebasan moral dari nilai-nilai moralitas yang ada.
Hal
yang perlu dilakukan adalah mengubaha moral, supaya masyarakat sadar akan
norma-norma atau nilai-nilai yang telah di buat bangsa ini untuk ditaati dan
dilaksanakan sesuai ketentuan-ketentuan yang telah ditentukan di dalamnya.
Kata kunci:
Moral dan Civil Society
Revolusi Moral
Moralitas masyarakat Indonesia kini kian menurun, tanda-tanda menurunnya
moral menurut hembing Wijayakusumah (Rakyat Merdeka, 1999) telah
menampakkan dirinya di mana-mana. Dari kekerasan yang paling kuno sampai paling
canggih. Dari kriminalitas berdarah sampai penyelewengan hukum tanpa rasa malu,
rasa ngeri, takut, sedih, penyesalan, tobat sebagai bagian dari struktur moral,
seolah-olah telah terkikis dari nurani. Kita berada pada satu keadaan “ketidakpastian
moral” (determinacy of moral) pada satu titik ambiguitas moral.[1]
Sedangkan pengertian moral adalah suatu keyakinan tentang benar
salah, baik dan buruk, yang sesuai dengan kesepakatan sosial, yang mendasari
tindakan atau pemikiran. Jadi moral sangat berhubungan dengan benar salah, baik
dan buruk, keyakinan, diri sendiri dan lingkungan sosial.
Jika
kita lihat kenyataan sekarang Moralitas benar-benar mengalami Kemerosotan, hal itu
dapat dilihat dari beberapa contoh berikut antara lain: pemerkosaan, pelecehan
seksual, penggunaan narkoba, korupsi merajalela, dari mulai penguasa di daerah
sampai penguasa di pusat, kalau penguasanya saja melakukan pelanggaran seperti
itu apalagi masyarakatnya, pasti akan semakin parah. Jika hal tersebut
dilakukan terus maka masyarakat tidak akan percaya lagi terhadap penguasa. Vidio-vidio
porno yang terus diproduksi, baik vidio yang memang diproduksi untuk
kepentingan komersial maupun vidio yang awalnya hanya untuk kepentingan pribadi
tapi terpublikasikan secara umum. Salah satu akibat dari adanya kejadian
tersebut karena faktor perkembangan teknologi, contohnya HP, hampir semua orang
memiliki HP dari mulai anak-anak yang masih di bawah umur sampai orang tua.
Padahal yang kita tahu HP itu berpengaruh negatif terhadap cara berpikir
seseorang karena masalah apapun dapat diakses di HP tersebut.
Contoh
lain yang mungkin setiap hari kita lihat, bahkan kita sendiri melakukannya,
yaitu pelnggaran lalu lintas, tidak memakai helm saat berkendara, bocengan 3
orang, tidak memiliki SIM ( Surat Izin Mengemudi), Belum lagi akhir-akhir ini
yang sering muncul di layar televisi adalah masalah prostitusi para artis itu
merupakan contoh-contoh pelanggaran akibat merosotnya moralitas bangsa.
Sebenarnya
ada beberapa masalah yang memengaruhi turunnya moralitas masyarakat sepertia
contoh di atas, antara lain:
1.
Longgarnya
pegangan terhadap agama.
2.
Kurang
efektifnya pembinaan moral yang dilakukan oleh keluarga, sekolah maupun
masyarakat
3.
Berkembangnya
budaya materialistis, hedonistis dan sekularistis
4.
Pemerintah
belum memiliki kemauan yang sungguh-sungguh dalam melakukan pembinaan moral
bangsa
5.
Salah pergaulan
6.
Keinginan untuk
mengikuti tren.
Permasalahan tersebut harus segera di atasi, dengan cara
merevolusi/ mengubah moralitas masyarakat dengan cara menciptakan pemerintahan
yang bersih, menumbuhkan etika yang baik. Hal itu harus segera di atasi melalui
sistem pendidikan, antara lain:
1.
Pendidikan ini
akan menyentuh alam kognitif seseorang. Dunia pendidikan menawarkan nilai-nilai
dasar moral yang mesti dijunjung tinggi dalam kehidupan, nilai- nilai ini
berhubungan dengan kesadaran dan manusia sebagai subjek dan sekaligus makhluk
sosial
2.
Menyalurkan
nilai-nilai etika ke dalam kegiatan intra dan ekstrakulikuler. Melalui
permainan tertentu, peserta didik kita dewasa ini tidak lagi belajar hanya
dengan mendengarkan apa yang disampaikan pendidik, namun mereka akan lebih
cepat dengan melihat apa yang dilakukan oelh si pendidik.[2]
Untuk menjadikan pemerintahan yang bersih agar terhindar dari
korupsi, maka penguasanya harus memiliki karakteristika antara lain:
berkepribadian kuat, bertaqwa, lemah lembut kepad rakyat, penggembira dan tidak
menjadi seorang munafik suka mengahardik serta suka membuat kebencian rakyat.
karena dengan cara tersebut perjalanan pemerintahan akan berjalan dengan
lancar.
Civil Society
Pengertian Civil Society menurut Ashab Mahasin adalah aneka
kelompok masyarakat yang tidak tercakup dalam institusi dan aparat Negara, tapi
karena kepentingannya terlibat, langsung atau tidak langsung dalam interaksi
dan penentuan kebijaksanaan publik, rumusan ini terpaksa memasukkan unsur
Negara didalamnya.[3]
Pendapat lain mengatakan bahwa Civil Society merupakan kelompok masyarakat yang jamak dan plural,
artinya komposisinya tidak satu jenis saja baik agama, etnis, ras, dan lainnya,
melainkan bisa bermacam-macam, atau bisa disebut sebagai suatu masyarakat yang
citranya dapat digambarkan sebagai praktika demokrasi yang nyata.
Dari kedua pengertian di atas dapat kita gambarkan bahwa adanya Civil
Society mengarah pada masyarakat yang demokrasi didasarkan pada hukum yang
ada, dalam artian rakyat mempunyai hak untuk menetukan pilihan sesuai hati
nuraninya, tanpa harus diintervensi atau dipaksa oleh pihak lain. Rakyat
mempunyai hak untuk berbeda pendapat tanpa takut dianggap sebagai musuh. Rakyat
mempunyai hak menyuarakan pendapat tanpa diancam untuk dipenjara. Rakyat
merdeka memasuki serikat organisasi apapun yang dipilih tanpa takut berbeda
dengan keluarga, teman, atau dengan atasan di kantornya. Rakyat boleh memasuki
partai politik yang dipilihnya tanpa harus takut dipecat dari sumber pendapatan
sehari-hari. Rakyat yang patuh terhadap hukum yang dibuatnya melalui wakilnya.
rakyat benar-benar hidup dalam masyarakat yang demokratis dalam suasana dan
iklim yang demokratis dan taat hukum, [4]menuju
ranah tersebut harus sesuai dengan karakteristik Civil Society, antara
lain: Wilayah Publik yang Bebas, demokrasi, toleransi, kemajemukan dan keadilan
sosial.[5]
Untuk Civil Society di Indonesia, menurut Rahardjo, masih
merupak lembaga-lembaga yang dihasilkan oleh sistem politik represif. Ciri
kritisnya lebih menonjol dari pada ciri konstruktifnya, lebih banyak melakukan
protes dari pada mengajukan solusi, lebih banyak menuntut dari pada memberikan
sumbangan terhadap pemecahan masalah.
Sedangkan menurut AS. Hikam, karakter Civil Society si Indonesia
masih sangat bergantung terhadap negara sehingga selalu berada pada posisi
subordinat, khususnya bagi mereka yang berada pada strata sosila bawah. Karena
itu, menurut Hikam, dalam konteks pengembangan demokrasi kenyataan ini
merupakan tantangan mendesak untuk memperlancar proses demokratisasi.[6]
Untuk mengubah situasi tersebut pertama kali bisa dilakukan oleh
mahasiswa, kareana mahasiswa merupakan salah satu komponen strategis bangsa
Indonesia dalam pengembangan demokrasi dan Civil Society. Peran stategis
mahasiswa dalam proses perjuangan reformasi menumbangkan rezim otoriter
seharusnya ditindaklanjuti dengan keterlibatan mahasiswa dalam proses
demokratisasi bangsa dan pengembangan Civil Society di Indonesia.
Sebagai bagian dari kelas menengah, mahasiswa mempeunyai tugas dan
tanggungjawab terhadap nasisb masa depan demokrasi dan Civil Society.
Sikap dan tanggungjawab itu dapat diwujudkan dengan pengembangan sikap-sikap
demokratis, toleran, dan kritis dalam perilaku sehari-hari.
Sikap demokratis salah satunya bisa diekspresikan melalui peran
aktif mahasiswa dalam proses pendemokrasian semua lapisan masyarakat melalui
cara-cara dialogis, santun, dan bermartabat. Sikap toleran bisa ditunjukkan
diantaranya, dengan sikap menghargai perbedaan pandangan, keyakianan, dan
tradisi orang lain dengan kesadaran tinggi bahwa perbedaan adalah rahmat Tuhan
yang harus disyukuri, dipelihara, dan dirayakan dalam kehidupan sehari-hari.
Adapun sikap kritis dapat dilakukan dengan mengamati, mengkritisi, dan
mengontrol pelakasanaan kebijakan pemerintah atau lembaga publik terkait,
khususnya kebijakan yang behubungan langsung dengan hajat orang banyak dan masa
depan bangsa. Sejalan dengan sikap ini, keterlibatan mahasiswa dalam
menyuarakan isu-isu strategis bangsa, seperti mutu pendidikan, pendidikan
murah, disiplin nasional, pemberantasan korupsi, KKN, isu-isu lingkungan hidup
yang terkait dengan perubahan iklim global. Sejak demokrasi menghajatkan
partisipasi warga Negara menyuarakan aspirasi masyarakat secara santun dan
tertib merupakan salah satu sumbangan penting bagi pembangunan demokrasi
bekeadaban di Indonesia. Demokrasi berkeadaban tidak mungkin tercapai tanpa
praktik-praktik demokrasi yang santun di kalangan warga Negara. Dalam konteks
ini, demokrasi tidak lain merupakan sarana untuk mewujudkan Civil Society.
Selain itu, kita dapat melakukan gerakan sosial untuk membangun kembali Civil
Society bangsa ini.
Gerakan sosial
dapat diartikan sebagai suatu perubahan sosial yang didasari oleh pembagian
tiga ranah, yaitu Negara, perusahaan atau pasar, dan masyarakat sipil.
Berdasarkan pembagian ini, maka terdapat gerakan politik yang berada diranah
Negara dan gerakan ekonomi di ranah ekonomi. pembagian ini telah dibahas oleh
Sidney Tarrow yang melihat political Parties berkaitan dengan gerkan politik, yaitu
sebagai upaya perebutan dan penguasaan jabatan politik oleh partai politik
melalui pemilu. Sementara itu, gerkan ekonomi berkaitan dengan lobby di
mana terdapat upaya melakukan perubahan kebijakan public tanpa harus menduduki
jabatan publik tersebut. [7]
Bedasarkan
pemetaan di atas, secara empiris ketigannya bisa saling bersinergi. Pada ranah
Negara dapat terjadi beberapa gerakan politik yang dilakukan oleh parpol dalam
pemilu yang mengususng masalah yang didukung oleh gerakan sosial, demikian juga
upaya lobby dalam ranah ekonomi seolah-olah sebagai gerkan sosial.
sebagai contoh, gerakan sosial oleh Civil Society seperti mereka yang
pro atau anti Rancangan Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi mempunyai
kaitan dengan kelompok atau parpol di ranah politik maupun kelompok bisnis pada
sisi yang lain.
Selain definisi gerakan sosial yang berada di ranah Civil
Society, maka para aktor atau kelompok yang terlibat pun perlu diperjelas
pengertian dan cakupannya. Selam ini ada yang memandang bahwa organisasi
nonpemerintah sipil. Namun sebenarnya organisasi non pemerintah hanya merupakan
salah satu dari organisasi masyarakat yang berdampingan dengan organisasi
massa, media, lembaga pendidikan, den lembaga lain yang tidak termasuk pada ranah
politik dan ekonomi.
Dengan demikian mengubah moral bangsa itu diperlukan supaya
masyarakat sadar akan kepentingan dirinya di dalam tatanan kenegaraan. Gunanya
untuk meningkatkan kemajuan bangsa ini, selain itu juga ketika masyarakat itu
sadar untuk mentaati nilai-nilai yang telah ditentukan, akan berdampak pada
meningkatkan pembangunan politik. Karena Masyarakat memiliki peran untuk
sosialisasi, pendidikan dan distribusi informasi secara transparan, berimbang
dan lugassebagai wujud pembelajaran kolektif demi menegakkan kepentinga
bersama. Transparansi informasi mengenai anggaran belanja, kekayaan dan
penghasilan pejabat, pers yang otonom, oraganisasi masyarakat sipil yang dapat
mengakses informasi[8]
Kesimpulan
Pengertian
Revolusi Moral adalah suatu perubahan cepat pada nilai-nilai atau norma-norma
yang menjadi pegangan bagi seseorang atau sekelompok orang dalam mengatur
tinggkah lakunya. Salah satu pentingnya revolusi mental karena Longgarnya pegangan
terhadap agama, kurang efektifnya pembinaan moral yang dilakukan oleh keluarga,
sekolah maupun masyarakat, berkembangnya budaya materialistis, hedonistis dan
sekularistis, pemerintah belum memiliki kemauan yang sungguh-sungguh dalam
melakukan pembinaan moral bangsa, salah pergaulan dan keinginan untuk mengikuti
tren.
Civil Society merupakan kelompok masyarakat yang jamak dan plural,
artinya komposisinya tidak satau jenis saja baik agama, etnis, ras, dan
lainnya, melainkan bisa bermacam-macam, atau bisa disebut sebagai suatui
masyarakat yang citranya dapat digambarkan sebagai praktika demokrasi yang
nyata, karakteristik Civil Society antara lain: Wilayah Publik yang
Bebas, demokrasi, toleransi, kemajemukan dan keadilan sosial.
Civil Society di Indonesia
ini mengalami penurunan akibat moral bangsa yang turun, padahal Civil
Society mempengaruhi pembangunan politik, untuk mengatasi hal tersebut
dilakukan gerakan sosial untuk membangun kembali Civil Society bangsa
ini.
Daftar Pustaka
Hadiwijoyo, Suryo Sakti, Negara, Demokrasi dan Civil Society,
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012)
Hidajah, SitiHidajatul, BirokrasidanPembentukan
Civil Society AnalisisPerandanFungsiBirokrasi di Indonesia, (Surabaya: Pukad-Hali, 2004)
Suwondo, Civil Society di aras Lokal Kutut, (Salatiga:
Pustaka Percik,2005).
Thoha, Miftah , Birokrasi dan Politik di Indonesia,
(Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2003)
Ubaedillah dan Abdul Rozak, Pancasila, HAM, dan Masyarakat
Madani, (Jakarta: Indonesian Center for Civic Education, 2012)
[1]
Suwondo, Civil
Society di aras Lokal Kutut, (Salatiga: Pustaka Percik,2005). hal. 66.
[2]
Suwondo, Civil
Society di aras Lokal Kutut, hal. 74.
[3]
Siti Hidajatul Hidajah, Birokrasi
dan Pembentukan Civil Society Analisis Peran dan Fungsi Birokrasi di Indonesia, (Surabaya: Pukad-Hali, 2004), hal. 71.
[4]
Miftah Thoha, Birokrasi
dan Politik di Indonesia, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2003), hal.
196.
[5]
Ubaedillah dan
Abdul Rozak, Pancasila, HAM, dan Masyarakat Madani, (Jakarta: Indonesian
Center for Civic Education, 2012), hal.225-227.
[6]
Ubaedillah dan
Abdul Rozak, Pancasila, HAM, dan Masyarakat Madani, hal. 230.
[7]
Ubaedillah dan
Abdul Rozak, Pancasila, HAM, dan Masyarakat Madani, hal. 231-232.
[8]
Suryo Sakti
Hadiwijoyo, Negara, Demokrasi dan Civil Society, (Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2012), hal.119.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar