Rabu, 02 Desember 2015

maqamat dan Ahwal



I.         Pendahuluan
Maqamat dan Ahwal adalah dua hal yang senantiasa dialami oleh orang yang menjalani tasawuf sebelum sampai pada tujuan yang dikehendaki. Yang pertama berupa keaadaan, sedangkan yang kedua merupakan tahapan perjalanan. Keduannya dapat dibedakan namun sering pula disamakan, bahkan dipertukarkan.
Pernyataan sufi tentang dua tema tersebut sangat beragam. Keberagaman itu terdapat dalam pengertian yang dirumuskan, jumlahnya, pembagian urutanya, dan isyarat-isyarat yang diberikan tentang keduannya. Dibalik keberagaman itu, tentu terdapat jumlah segi-segi yang mempertemukannya.
Keberagaman pernyataan para sufi tentang Maqamat dan Ahwal dapat dimengerti. Mereka memperkatakan tentang keduannya menurut kata hati mereka, dengan berdasarkan pengalaman yang bersifat individual. Pembicaraan tentang Ahwal dan Maqamat dalam tasawuf menjaddi berkembang dengan bertambahnya para sufi dari waktu ke waktu. Sehubung dengan hal itu, maka pada bab ini kami akan membahas tentang Maqamat dan Ahwal.  
II.   Rumusan Masalah
A.  Apa pengertian Maqamat dan Al-Ahwal?
B.Bagaimana perbedaan, hubungan antara Maqamat dan Al-Ahwal?
C.Bagaiman tingkatan-tingkatan Maqamat dan Al-Ahwal?
III.   Pembahasan
A.    Pengertian Maqamat dan Al-Ahwal
Maqamat dari segi bahasa berarti kedudukan; tempat berpijak dua telapak kaki. Bentuk jamaknya maqamat mengandung arti “ kedudukan hamba dalam pandangan Allah, menurut apa yang di usahakan berupa ibadah, latihan dan perjuangan menurut Allah ‘ Azza wa jalla”.Maqam, menurut ‘Abd Al-Razag Al-Qasany, adalah pemenuhan terhadap kewajiban-kewajiban yang telah di tetap kan.
Ahwal adalah bentuk jamak dari hal, yang dari segi bahasa bearti sifat dan keadaan sesuatu. Dalam Kitab Ishthilahat al-Shuffiyat, ahwal diterangkan sebagai pemberian yang tercurah kepada seseorang dari Tuhannya, baik sebagai buah dari amal saleh yang menyucikan jiwa, menjernihkan hati maupn datang dari Tuhan sebagai pemberian semata, atau Ahwal juga dapat disebut sebagai kondisi atau situasi kejiwaan yang dialami dan di rasakan oleh seseorang sebagai karunia dari Allah Ahwal merupakan buah dari amal. Ahwal tidak datang melainkan melalui amal yang benar. Hanya orang yang berlaku baik dan benar akan mendapatkan anugerah.
B.     Perbedaan dan Hubungan antara Maqamat dan Al-Ahwal
Perbedaan maqam dan hal adalah maqam bersifat tetap sedangakan hal bersifat sementara, maqam diusahakan sedangkan hal merupakan anugrah (mawahib). Misalnya taubat yang merupakan bagian dari maqam adalah sesuatau yang tidak bisa diusahakan akan tetapi ia datang dengan sendirinya dan merupakan pembelian dari allah sehingga seseorang tidak bisa mengatakan, saya akan rindu pada Alla” sebenarnya antara maqam dan hal adalah sesuatu yang saling berdekatan dan berhubungan. Oleh karena dapat di kata kan bahwa hal sebenarnya merupakan buah dari maqam. [1]

C.    Tingkatan Al-Ahwal
Menurut  Ibn ‘Ata’illah berpendapat bahwa Al-Ahwal  itu terbagi menjadi 3 bagian menurut tingkatan para salik itu sendiri yaitu, sebagai berikut:
1.    Al-Mubtadi’ adalah Allah SWT menyadarkan hati seorang yang salik dari sifat lalai yang ada pada dirinya, sehingga hatinya akan berada dalam keadaan sadar. Dengan hal itu, dapat mengeluarkan diri dari kelalaian hati kepada teranganya cahaya kesadaran.
2.    Al- Mutawassit adalah Allah SWT menjadikan hati seorang salik itu senantiasa hadir dalam mengiangatnya sehingga di lupa kepada yang lainnya.
3.    Al-Muntaha adalah Allah SWT menjadikan hati seorang salik itu senantiasa Syuhud terhadap hakikat Allah.

D.    Tingkatan-tingkatan Maqam Menurut Ahli
Tingkatan-tingkatan Maqam menurut beberapa ahli berbeda-beda, yaitu sebagai berikut:
1.      Menurut Ibn ‘Ata’illah adalah sebagai berikut:
a.       Maqam Taubat
Taubat merupakan langkah awal yang harus dilalui seorang salik. Sebelum mencapai Maqam ini seorang salik tidak bisa mencapai maqam-maqam lainnya. Karena sebuah tujuan akhir tidak akan dapat dicapai tanpa adanya langkah awal yang benar. Menurut pandangan Ibn ‘Ata’illah cara melakukan taubat dengan bertafakkur dan berkhalwat.
b.      Maqam Zuhud
Dalam pandangan Ibn ‘Ata’illah Zuhud itu dibagi menjadi 2 macam: pertama, Zuhud Zahir jalli seperti Zuhud dari perbuatan berlebih-lebihan dalam hal apapun. Kedua, Zuhud batin Khafi seperti Zuhud dari segala bentuk kemimpian dan lain-lain.
c.       Maqam Sabar
Dalam hal ini sabar dibagi menjadi 3 yaitu, sabar terhadap perkara haram, sabar terhadap kewajiban,dan sabar terhadap  segala perencanaan dan usaha.
Sabar merupakan suatu maqam yang diperoleh melalui usaha salik sendiri. Namun, sabar adalah suatu Anugerah yang diberikan Allah kepada salik dan orng-orang yang dipilihnya.
d.      Maqam Syukur
Syukur dalam pandangan Ibn ‘Ata’illah terbagi menjadi 3 macam yaitu, syukur dengan lisan, syukur dengan anggota tubuh, syukur dengan hati.
e.       Maqam Khauf
Seorang salik dapat mencapai derajat Maqam Khauf apabila dia merasa takut atas sirnannya Hal dan Maqamnya, karena dia tahu bahwa Allah memiliki kepastian hukum dan kehendak yang tidak dapat dicegah. Ketika Allah berkehendak untuk mencabut suatu maqam dan hal yang ada pada diri salik, seketika itu juuga Allah mencabutnya.
f.       Maqam raja’
Raja’ bukan semata-mata berharap, raja’ harus disertai dengan perbuatan. Jika Raja hanya berupa harapan tanpa perbuatan, maka tidak lain itu hanyalah sebuah angan-angan atau impian belaka. Dengan demikian wajib bagi seorang salik untuk menyertakan raja’nya dengan amal kepatuhan, dan peribadatan yang dapat mendekatkan dirinya kepada Allah secara kontinu.
g.      Maqam Ridha dan Tawakal
Ridha adalah penerimaan secara total terhadap ketentuan dan kepastian Allah. Maqam Ridha bukanlah maqam yang diperoleh atas usaha salik sendiri. Akan tetapi Ridha adalah anugerah yang diberikan Allah.
Jika maqam ridha sudah ada dalam diri salik, maka sudah pasti maqam tawakkal juga akan terwujud. Oleh karena itu, ada hubungan yang erat antara maqam ridha dengan maqam tawakkal. Orang ridha terhadap ketentuan dan kepastian Allah, dia akan menjadikan Allah sebagai penuntut dalam segala urusannya, dia akan berpegang teguh kepadanya, dan yakin bahwa dia akan yang terbaik bagi dirinya.
h.      Maqam Mahabbah
Mahabbah (cinta) kepada Allah adalah tujuan luhur dari seluruh maqam, titik puncak dari seluruh derajat. Tiada lagi maqam setelah mahabbah, karena mahabbah adalah hasil dari seluruh maqam, menjadi akibat dari seluruh maqam, seperti rindu, senang, ridha dan lain-lain.[2]
2.      Menurut Abu Said Bin Abi Al- Khair, salah seorang sufi abad ke -4 H ini, mengatakan bahwa Maqamat, itu ada empat puluh (al- maqamat al- Arm ba’in), yaitu: niat inabat (penyesalan), tobat, iradat (kendali diri), mujahadah (perjuangan batin), muraqabah (mawas diri), sabar, zikir, rida, mukhalafat an-nafs ( melawan hawa nafsu), mufakat, taslim (penyerahan), tawakal, Zuhud, ibadah, wara’ (menjauhi yang tak halal), ikhlas, sidiq (benar / jujur), al-khauf (takut akan ke murkaan Allah SWT), raja’ (mengharap kan rahmat Allah SWT), fana (peleburan diri), baqa (hidup kekal), ‘ilm al-yaqin (ilmu yaqin), baqqa al-yaqin (benar-benar yaqin), makrifat atau mengenal, juhud (usaha keras), wilayat (kewalian), mehabbah atau cinta, wijd (ekstase), qurb (kedekatan) tafakur (perenungan), wishal (kontak atau hubungan), kasyf (tersingkapnya hijab atau dinding yang membatasi hati manusia dan Allah SWT), khidmat (pelayanan) tajrid atau tajarrud (pembersihan diri), tajrid(kesendirian), insibath (perluasan), tahqiq (penentuan kebenaran) nihayat (tujuan akhir yang luhur), dan tasawuf.
3.      Abu bakar al kalabazi menyebutkan bahwa maqam ada sepuluh yaitu : tobat, zuhud, sabar, fakir (miskin), tawadhu’( rendah hati), tawakal, ridha, mahabbah (cinta), ma’rifat.
4.      Abu nasr as sarraj at tusi (sufi dan tokoh fundamentalisme tasawuf) dalam bukunya, kitab al luma’ (bekal hidup), menyebutkan hanya tujuh maqam, yaitu : tobat, wara’, zuhud, fakir, sabar, tawakal, dan ridha.[3]


IV.   Kesimpulan
Maqamat mengandung arti “ kedudukan hamba dalam pandangan Allah, menurut apa yang di usahakan berupa ibadah, latihan dan perjuangan menurut Allah ‘ Azza wa jalla.
Dalam Kitab Ishthilahat al-Shuffiyat, ahwal diterangkan sebagai pemberian yang tercurah kepada seseorang dari Tuhannya, baik sebagai buah dari amal saleh yang menyucikan jiwa, menjernihkan hati maupn datang dari Tuhan sebagai pemberian semata.
Menurut  Ibn ‘Ata’illah berpendapat bahwa Al-Ahwal  itu terbagi menjadi 3 bagian yaitu: Al-Mubtadi’, Al- Mutawassit, Al-Muntaha.
Tingkatan-tingkatan Maqamat secara garis besar ada 8 yaitu: Maqam Taubat, Maqam Zuhud, Maqam Sabar, Maqam Syukur, Maqam Khauf, Maqam raja’, Maqam Ridha dan Tawakal, dan Maqam Mahabbah.















DAFTAR PUSTAKA
 Napiah, Otman. 2001. Ahwal dan Maqamat dalam Ilmu tasawuf. Johar Malaysia. Universitas Teknologi Malaysia.
Nasution, Harun. 1995.  falsafat dan Mistisisme dalam islam. Jakarta. Bulan Bintang.
Abu Lubis Ma’luf. 2011. Al-Munjid fi al- lughah Wa al- A’lam. Bairut. Dar al- Masyriq.









[1] Abu Lubis Ma’luf, Al-Munjid fi al- lughah Wa al- A’lam, ( Bairut : Dar al- Masyriq 2011), hlm. 664.
[2] Otman Napiah, Ahwal dan Maqamat dalam Ilmu tasawuf (Johar Malaysia: Universitas Teknologi Malaysia, 2001), hlm. 17-25.
[3] Harun Nasution, falsafat dan Mistisisme dalam islam (jakarta: Bulan Bintang,1995), hlm.62.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar