Rabu, 02 Desember 2015

karakteristik kepemimpinan Khulafaurrasyidin dan perkembangan ilmu pengetahuannya



I.              Pendahuluan
Ketika Islam diperkenalkan sebagai pola dasar, kaum muslimin dijanjikan oleh Al-Qur’an akan menjadi komunitas terbaik dipenggung sejarah bagi sesame umat manusia lainnya. Akibat diterimanya dorongan ajaran seperti ini, secara tidak langsung telah memberikan produk pandangan bagi mereka sendiri untuk melakukan permainan budaya sebaik mungkin.
Terdapat banyak perspektif dalam membaca banyak fakta sejarah, terutama terhadap sejarah peradaban umat islam. Perbedaan cara pandang tersebut sebagai akibat dari khazanah pengetahuan tentang sejarah yang berbeda. Hal itu dipicu dari keberagaman teori sejarah. Lebih-lebih sejarah Islam yang sebagian besar adalah sejarah tentang politik dan kekuasaan yang berujung pada kepentingan kelompok maupun individual semata.
Banyak terjadi kerancauan-kerancauan ketika pemerintah sudah tidak  berada dibawah kendali Rasulullah. Dalam hal ini terdapat empat khalifah yang mengganti Nabi dalam memimpin umat Islam dengan selalu berpegang pada Al-Qur’an dan Sunnah. Pada periode ini, masih mencerminkan pola-pola yang digagas dan dipraktekkan oleh Rasulullah dalam menata dan mengurusi umat Islam, terutama pada periode Abu Bakar  yang sepenuhnya hampir tidak melakukan perubahan-perubahan kebijakan.
Adapun format peradaban tampaknya lebih banyak dilakukan oleh dua khalifah berikutnya yaitu Umar dan Ustman. Hal ini dikarenakan mereka memerintah lebih lama dibandingkan dengan Abu Bakar dan Ali bin Abi Thalib, sehingga fakta sejarah menunjukkan bahwa zaman Khulafaurrasyidin tersebut kedalam zaman perkembangan Islam yang cemerlang yang ditandai dengan ekspansi, integrasi, pertumbuhan dan kemajuan di berbagai bidang khususnya dibindang ilmu pengetahuan, yang menunjukkan peradaban tersendiri dengan segala karakteristiknya.
Setelah masa pemerintahan Khulafaurrasyidin selesai dilanjukan dengan pemerintahan dua dinasti yang besar yaitu Dinasti Umayyah dan Dinasti Abbasiyah yang masing-masing memiliki peranan yang sangat besar bagi peradaban islam, salah satunya adalah di bidang ilmu pengetahuan dan kepemimpinan dalam pemerintahan.
II.           Rumusan Masalah
1.        Apa pengertian Khlifah?
2.        Bagaimana karakteristik kepemimpinan Khulafaurrasyidin dan perkembangan ilmu pengetahuannya?
3.        Bagaimana karakteristik kepemimpinan Dinasti Umayyah dan perkembangan ilmu pengetahuannya?
4.        Bagaimana karakteristik kepemimpinan Dinasti Abbasiyah dan perkembangan ilmu pengetahuannya?

III.        Pembahasan
A.      Pengertian Khalifah
Menurut bahasa Khalifah merupakan masdar dari Fi’il madhi khlafa, yang berarti : menggantikan atau menempati tempatnya. Menurut istilah adalah gelar yang diberikan untuk pemimpin umat Islam setelah wafatnya Nabi Muhammad. Kata Khalifah sendiri dapt diterjemahkan sebagai pengganti atau perwakilan. Dalam Al-Qur’an, manusia secara umum merupakan Khalifah Allah di muka bumi untuk merawat dan memberdayakan bumi besrta isinya. Sedangkan khalifah secar khusus maksudnya adalah pengganti Nabi Muhammdad SAW sebagai imam umatnya, dan secara kondisional juga menggantikannya sebagai penguasa sebuah identitas kedaulatan Islam (Negara).sebagaimana diketahui bahwa Muhammad SAW selain sebagai Nabi dan Rasul juga sebagai Imam, Penguasa, Panglima Perang dan lain sebagainya.[1]
Dalam hal ini yang dijadika khlifah pengganti Nabi adalaha dari kalangan sahabatnya sendiri. Mereka merupakan pemimpin yang dipilih langsung oleh para sahabat melelui mekanisme yang demokratis. Siapa yang terpilih, maka sahabat yang lain memberikan baiat ( sumpah setia) pada calon yang terpilih tersebut. Ada dua cara daam memilih Khalifah ini, yaitu pertama, secara musyawarah oleh para sahabat Nabi. Kedua, berdasarkan atas penunjukan khlifah sebelumnya.
Adapun sahabat Rasul yang  dijadikan sebagai Khalifah adalah:
1.        Abu Bakar Ash Shiddiq
2.        Umar bin Khattab
3.        Ustman bin Affan
4.        Ali bin Abi Thalib[2]

B.       Masa kepemimpinan Khulafaurrasyidin
1.         Abu Bakar Ash Shiddiq
Namanya ialah Abdullah ibn Abi Quhaifah At-Tamini. Di zaman pra Islam bernama Abdullah ibn ka’bah, kemudian diganti oleh Nabi menjadi Abdullah. Ia termasuk salah seorang sahabat yang utama, julukannaya Abu Bakar (Bapak Pemagi) karena dari pagi-pagi betul memeluk agama Islam, gelarnya Ash-Shiddiq karena ia selalu membenarkan Nabi dalam berbagai peristiwa, terutama Isra’ Mi’raj. Jadi, Nabi Muhammad sering kali menunjukkannya untuk mendampinginya disaat penting atau jika berhalangan, dan Rasul tersebut mempercayainya sebagai pengganti untuk menangani tugas-tugas keagamaan. [3]
Abu Bakar menerima jabatan Khalifah pada saat sejarah Islam dalam keadaan paling kritis dan gawat. Perpecahan diantara umat Islam, munculnya orang-orang yang tidak mau membayar zakat dan terjadinya berbagai pemberontakan di jazirah mengancam eksistensi Negara Islam yang masih baru itu dan mengganggu perdamaian dalam kerajaan. Dia mempersatukan seluruh umat Islam, menghancurkan kekuatan para Nabi palsu, dan menumpas seluruh pemberontakan dalam negeri dan mengalahkan para penyerbu dari luar negeri. Seperti itulah dia memberikan jaminan bagi landasan islam. Mengingat berbagai kesulitan yang muncul karena wafatnya Nabi dan semua pengabdian yang ia berikan untuk tujuan Islam pada saat yang kritis itu, Abu Bakar secara tepat bisa disebut Penyalamat Islam. Ia tidak hanya menyelamatkan Islam dari kehancuran, tetapi juga “menjadikannya agama dunia dengan megalihkan perhatian suku-suku bangsa yang berperang dari konflik dalam negeri kepada penaklukan dan kemuliaan didaratan Persia dan kerajaan Bizantium”. Keputusannya yang tegas dan kebijaksanaannya yang cepat ditambah hatinya yang mulia dan penuh kasih sayang, merupakan pengabdian yang tidak ternilai harganya bagi Agama Islam.
Khalifah Abu Bakar Ash-Siddiq mempunyai karakteristik lembut dan tegas. Dalam suasana negara yang kacau, pemimpin yang berkarakter seperti khalifah Abu Bakar sangat diperlukan. Dengan kelembutannya, khlifah Abu Bakar dapat menginsafkan orang-orang yang terbujuk berbuat makar. Sementara itu, orang-orang yang bersikap merongrong dihadapi secara tegas oleh khalifah Abu Bakar.[4]
2.         Masa kepemimpinan Umar bin Khattab
Umar bin Khattab nama lengkapnya adalah Umar bin Khaththab bin Nufail keturunan Abdul Uzza Al-Quraisy Dari suku Adi, salah satu suku yang terpandang mulia. Umar dilahirkan di Mekkah empat tahun sebelum kelahiran Nabi. Ia adalah seoranga yang berbudi luhur, fasih dan adil serta pemberani. Ia ikut memelihara ternak ayahnya dan berdagang hingga ke Syiria. Ia juga dipercaya oleh suku bangsanya Quraisy untuk berunding dan mewakilinya jika ada persoalan dengan suku-suku yang lain. umar masuk Islam pada tahun kelima setelah kenabian, dan menjadi salah satu sahabat terdekat Nabi serta dijadikan sebagai tempat rujukan oleh Nabi mengenai hal-hal yang penting. Ia dapat memecahkan masalah yang rumit tentang siapa yang berhak mengganti Rasulullah dalam memimpin umat setelah wafatnya Rasulullah. Dengan memilih dan membaiatkan Abu Bakar sebagai khalifah Rasulullah sehingga ia mendapat penghormatan yang tinggi dan dimintai nasihatnya serta menjadi tangan kanan khalifah yanga baru itu, sebelum meninggal dunia, Abu Bakar telah menunjuk Umar bin Khattab menjadi penerusnya. [5]
Umar adalah salah sorang tokoh yang luar biasa dalam sejarah. Dia tidak hanyak membentuk nasib bangsa, tetapi juga membuat sejarah mereka. Penaklukannya yang cemarlang dan pemerintahannya yeng penuh kebaikan membuka suatu masa baru dalam sejarah dunia. Dengan karakter yang cerdas, tegas dan mengutamakan kepentingan Rakyat, Kecerdasan Umar itu sangat diperlukan untuk membangun dasar-dasar kemasyarakatan yang Islami, yang saat it situasi Negara sudah lebih aman.[6]
Adapun beberapa prestasi yang ia dapatkan adalah sebagai berikut:
a.         Melakukan perluasan Wilayah
b.        Menata Administrasi dan keuangan Pemerintah
Untuk menata Administrasi dan keuanagn pemerintah ia membentuka Baitul Mal dan Dewan Peraang. Baitul Mal bertugas untuk mengurusi keuangan Negara. Keluar masuknya keuangan, baim dipusat maupub di provinsi-provinsi.
Dewan Perang bertugas untuk mencatata Administrasi ketentaraan. Para tentara dan pengawal pemerintah digaji dari Baitul Mal.
c.         Penetapan Kalaender Hijriah[7]

3.         Masa pemerintahan Ustman bin Affan
Nama lengkapnya ialah Ustman ibn Affan ibn Abdil Ash ibn Umayyah dari pihak Quraisy. Ia memeluk Islam lantaran ajakan Abu Bakar, dan menjadi salah seorang sahabat dekat Nabi SAW. Melalui persaingan ketat dengan Ali, tim formatur yang dibentuk oleh Umar akhirnya memberi mandat kekhalifahan pada Ustman. Masa pemerintahannya adalah yang tepanjang dari semua khaliafah di zaman Khulafaurrasyidin yaitu 12 tahun. Tetapi sejarah mencatat tudak seluruh masa kekuasaannya menjadi saat yang baik dan sukses bagi beliau. Para pencatat sejarah membagi perintahan Ustman bin Affan menjadi dua periode, enam tahun pertama merupakan masa pemerintahan yang baik dan enam tahun terakhir merupakan masa pemerinyahannya yang buruk.
Separuh pertama pada pemerintahan Ustaman, beliau melanjutkan sukses pendahulunya, terutama dalam perluasan wilayah kekuasaan Islam. Daerah-daerah strategis yang sudah dikuasai Islam, seperti Mesir dan Irak terus dikembangkan dengan melakukan serangkaian ekspedisi meliter yang terencanakan secara cermat dan simultan disemua front.
Separu pemerintahan Ustman bin Affan yang kedua muncul perasaan tidak puas dan kecewa dikalangan umat Isam sendiri. Salah satu yang menyebabkan  banyak rakyat kecewa terhadap kepemimpinan ustman adalah kebujakannya mengangkat keluarga dalam kedudukan tinggi. Mungkin karena usia Ustman yang sudah tua, setelah banyak anggota keluarganya yang duduk dalam jabatan-jabatan yang penting. Ustman laksana Boneka, dia tidak banyak komentar dan juga beliau tidak tegas terhadap orang-oarang bawahannya.
Jadi, dengan tidak tegasnya dalam pemerintahannya akhirnya beliau  tidak mampu membebaskan diri sepenuhnya dari pengaruh keluarga umayyah yang mengitari dirinya. Dalam literatur politik pada masa pemerintahan Ustman tidak terealisasi dengan baik. Akan tetapi dibalik semua itu dengan sifat saleh, penyantun, serta selalu sabar dalam mengahdapi persoalan, beliau mampu membangun masyarakat yang santun serta saleh sehingga Negara dapat memakmurkan rakyatnya.[8]
Adapun beberapa prestasi yang beliau raih dalam masa pemerintahannya adalah sebagai berikut:
a.         Renovasi Masjid nabawi
b.        Membuat Angkatan Laut
c.         Kodifikasi Mushaf Al-Qur’an
d.        Perluasan wilayah[9]

4.         Masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib
Khalifah keempat adalah Ali bin Abi Thalib. Ali adalah keponakan dan menantu Nabi. Ali adalah putra Abu Thalib bin Abdul Muthalib. Ia adalah sepupu Nabi yang telah ikut bersamanya sejak bahaya kelaparan mengancama kota Mekkah, demi untuk membantu keluarga pamannya yang mempunyai banyak putra.
Ali adalah seoarang yang memiliki banyak kelebihan, selain itu ia adalah pemegang kekuasaan. Pribadinya penuh vitalitas dan energik, pembela kebenaran, perumusan kebijakan dengan wawasan yang jauh ke depan. Ia adalah pahlawan yang gagah berani, penasihat yang bijaksana, penasihat hukum yang ulung, dan pemegang teguh tradisi, seorang sahabat sejati, dan seorang lawan yang dermawan,. Ia telah bekerja keras sampai akhir hayatnya dan merupakan orang kedua yang berpengaruh setelah Muhammad.[10]
Beberapa kebijakan yang dilakukan Ali pada saat pemerintahannya, sebagai berikut:
a.         Penundaan pengusutan pembunuhan Ustman
b.        Memecat kepala-kepala daerah yang diangkat Ustman
c.         Mengambil kembali tanah-tanah yang dibagikan Ustman kepada family-famili dan kaum kerabatnya tanpa jalan yang sah.  
d.        Membenahi keuangan Negara
e.         Memajukan Pembangunan di kota Kufah   

5.         Kemajuan ilmu pengetahuan Masa Khulafaurrasyidin
Pada masa kekuasaan Khulafaurrasyidin, banyak ilmu yang bermuncula. Adapun ilmu-ilmu yang lahir pada periode ini antara lain sebagai berikut:[11]
a.         Ilmu Qiraat, yaitu ilmu yang erat kaitanya dengan membaca dan memahami Al-Qur’an, ilmu ini muncul pada masa Khalifah Ustman bin Affan, sebab munculnya adalah karena adanya dialek bahasa dalam membaca dan memahaminya, oleh karena itu diperlukan standarisasin bacaan dengan kaidah-kaidah tersendiri.
b.        Tafsir Al-Quran, yaitu untuk memahami ayat-ayat Al-Qur’an sebagaimana telah diterangkan oleh Rasulullah SAW, baik dengan atyat-ayat Al-Qur’an atau dengan Sunahnya. Tokohnya yaitu Ali bin Abi Thalib, Abdullah ibnu Abbas, Abdullah ibnu Mas’ud, dan Abdullah ibnu Ka’ab.
c.         Ilmu Hadist, dalam memutuskan masalah tidak bisa dilepaskan dari Al-Qur’an dan Al-Hadist sebagai sumber utama. Tokohnya antara lain, Abdullah ibnu Mas’ud, Ma’gal ibnu Yasar, Ibadah ibnu As-Samit, dan Abu Darda.
d.        Khat Al-Qur’an, yaituilmu yang berkaitan denga penulisan Al-Qur’an. Pada masa Rasulullah SAW telah dikenal ilmu Khat Al-Qur’an, yaitu dilakukan setelah Rasulullah mendapat wahyu kemudia pada masa Abu Bakar diadakan pembukuan Al-Qur’an dan ditulis dengan menggunakan Khat.
e.         Ilmu Fikih, tokohnya: Umar bin Khattab, Zaid bin Sabit, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Mas’ud, Anas bin Malik, Muaz bin jabal, dan Abdullah bi Amr bi Ash.
f.         Ilmu Nahwu, ilmu ini berkembang di basrah dan Kufah. Tokoh pelopor pertama dalam bidang ini adalah Ali bin Abi Thalib
g.        Ilmu Sastra, pertumbuhan sastra pada masa KHulafaurrasyidin sangat dipengaruhi dengan Al-Qur’an sebagai sumber inspirasi untuk kegiatan sastra, karena dalam berdakwah diperlukan bahasa yang indah.
h.        Ilmu Arsitektur, dimulai dari Masjid Quba oleh Rasulullah. Beberapa bangunan kota yang didirikan pada masa khulafaurrasyidin adalah kota Basrah tahun 14-15 H dengan arsitektur Utbah Ibnu Gazwah, kota Kufah dibanguna pada tahun 17 H dengan arsitek Salman Al-Farisi, serta kota Fustat yang dibanguna pada tahun 21 H atas usulan khlifah Umar bin Khattab.

C.            Masa Pemerintahan Dinasti Umayyah
Nama Dinasti umayyah dinisbatkan kepada Umayyah bin Abd Syams bin Abdu Manaf. Ia adalah salah seorang tokoh penting di tengah Quraisy pada masa jahiliyah. Dinasti Umayyah yang didirikan oleh Muawiyah bin Abu Sofyan bin Harb itu kurang lebih dipimpin oleh 14 khalifah,  diantara dari beberapa khalifah tersebut yang terbesar, antara lain:[12]
1.        Muawiyah bian Abu Sofyan
Muawiyah merupakan seorang pemimpin yang sempurna, besar dan berbakat. Didalam dirinya terkumpul sifat-sifat seorang penguasa, politikus, dan administrator. Hal itu terlihat dari beberapa hal sebagai berikut:
a.         Sebagai seorang administarator Muawiyah sangat bijaksana dalam menempatkan para pembantunya pada jabatan-jabatna penting.
b.         Memiliki kemampuan menonjol sebagai negarawan sejati, bahkan mencapai titik “hilm”, sifat tertinggi yang dimiliki oleh para pembesar Mekah zaman dulu.
Muawiyah bin Abu Sofyan adalah bapak pendiri Dinasti Umayyah dialah tokoh pembangunan yanag besar. Bahkan kesalahannya yang mengkhianati  prinsip pemilihan kepala negara oleh rakyat, dapat dilupakan ketena jasa-jasa dan kebijakan potiknya yanag mengagumkan. Muawiyah mendapat kursi kekhalifahan setelah Hasan bin Ali berdamai dengannya pada tahun 41 H, yaitu setelah adanya peistiwa Amul Jama’ah.
Beberapa jasa-jasa Muawiyah selaama masa pemerintahannya antara lain:
a.         Mengadakan dinas pos kilat dengan menggunakan kuda-kuda yang selalau siap di setiapa pos.
b.         Mendirikan kantor cap ( percetakan mata uang)
2.        Abdul Malik
Abdul Malik adalah orang kedua ayang terbesar dalam deretan para khalifah Bani Umayyah yang disebut-sebut sebagai pendiri kedua bagi kedaulahan Umayyah. Ia dikenal sebagai seorang khalifah yang dalam ilmu agamanya, terutama di bidang fiqh. Ia ditelah berhasil mengembalikan sepenuhnya integritas wilayah dan wibawa kekuasaan keluaraga Umayyah dari segala pengacau negara yang merajalela pada masa-masa sebelumnya. Selain  berhasil memperbaiki saluran-saluran air sungai Eufrat dan Tigris, memajukan perdagangan, dan memperbaiki sistem ukuran timbangan, takaran dan keuangan, menyempurnakan tulisan mushaf Al-Qur’an dengan titik-titik pada huruf tertentu.[13]
3.        Umar bin Abdul Aziz
Umar bian Abdul Aziz ini meskipun masa pemerintahannya sangat singkat, namun Umar merupakan lembaran putih Bani Umayyah dan sebuah periode yang berdiri sendiri, mempunyai karakter yang tidak terpengaruh oleh berbagai kebijaksanaan daulah Bani Umayyah yang banyak disesali. Ia merupakam personifikasi seorang khalifah yang taqwa dan bersih, suatu sikap yang jarang sekali ditemukan pada sebagian besar pemimpin Bani Umayyah.
Umar bin Abdul Aziz menghabiskan waktunya di Madinah untuk mendalami ilmu agama Islam, khususnya ilmu hadis dan ketika menjadi khalifah ia memerintahkan kaum muslimin untuk menuliskan hadis, dan inilah perintah resmi pertama dari penguasa Islam. Umar adalah orang yang rapi dalam berpakaian, memakai wewangian dengan rambut yang panjang dan cara jalan yang tersendiri, sehingga metode Umar ditiru banyak orang di masanya.
Beberapa kebijakan Umar bin Abdul Aziz antara lain:
a.         Mengembalikan tanah-tanah yang dihibahkan kepadanya dan meninggalkan kebiasaan-kebiasaan lamanya serta menjual barang-barang mewahnya untuk diserahkan hasil penjualannya ke Baitul Mal.
b.         Mengadakan perdamaian antara Amawiyah dan Syi’ah serta Khawarij
c.         Menghentikan peperangan dan mencegah caci maki terhadap khalifah Ali bin Abi Thalib dalam Khutbah Jum’at.
d.        Memperbaiki segala tatanan yang ada di masa kekhalifahanya, seperti menaikkan gaji para gubernurnya, memeratakan kemakmuran dengan member santunan kepada fakir miskin, dan memperbarui Dinas Pos. Selain itu ia juga menyamakan kedudukan orang-orang non-Arab sebagai warga Negara kelas dua, dengan orang Arab ia mengurangi beban pajak dan menghentikan pembayaran jizyah bagi orang Islam baru.[14]
4.        Kemajuan dalam bidang Ilmu Pengetahuan pada masa Bani Umayyah.
Masa pemerintahan Bani Umayyah terkenal sebagai suatu era agresif, di mana perhatian tertumpu pada usaha perluasan wilayah dan penaklukan, akan tetapi Bani Umayyah juga berhasil dalam bidang Ilmu Pengetahuan, antara lain sebagai berikut:[15]
a.         Pengembangan Bahasa Arab
Para penguasa Dinasti Umayyah telah menjadikan Islam sebagai daulah (Negara), kemudian dikuatkannya dan dikembangkanlah Bahasa Arab dalam wilayah kerajaan Islam. Upaya tersebut dilakukan dengan menjadikan Bahasa Arab sebagai bahasa resmi dalam tata usaha Negara dan pemerintahan sehingga pembukuan dan surat-menyurat harus menggunakan Bahasa Arab, yang sebelumnya menggunakan bahasa Romawi atau bahasa Persia di daerah-daerah bekas jajahan mereka dan di Persia sendiri.
b.         Marbad Kota Pusat Kegiatan Ilmu
Dinasti Umayyah juga mendirikan sebuah kota kecil sebagai pusat kegiatan ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Pusat kegiatan ilmu dan kebudayaan itu dinamakan Marbad, kota satelit dari Damaskus. Di kota Marbad inilah berkumpul para pujangga, filsuf, ulama, penyair, dan cendekiawan lainnya, sehingga kota ini diberi gelar Ukadz-nya Islam.
c.         Ilmu Qiraat
Ilmu Qiraat adalah ilmu seni bacaan Al-Qur’an. Ilmu Qiraat merupak ilmu Syari’at tertua, yang telah dibina sejak zaman Khulafaurrasyidin. Kemudian masa Dinasti Umayyah dikembangluaskan sehingga menjadi cabang Ilmu Syari’at yang sangat penting. Pada masa ini lahir para ahli qiraat ternama seperti Abdullah bin Qusair dan Ashim bin Abi Nujud.
d.        Ilmu Tafsir
Untuk memahami Al-Qur’an sebagai kitab suci diperlukan interpretasi pemahaman secara komprehensif. Minat untuk menafsirkan Al-Qur’an dikalangan umat Islam bertambah. Pada masa perintisan Ilmu tafsir, ulama yang membukukan Ilmu Tafsir yaitu Mujahid
e.         Ilmu Hadis
Ketika kaum muslimin telah berusaha memahami Al-Qur’an, ternyata ada satu hal yang juga sangat mereka butuhkan, yaitu ucapan-ucapan Nabi yang disebut Hadis. Oleh karena itu, timbullah usaha unuk mengumpulkan hadis, menyelidiki asal usulnya, sehingga akhirnya menjadi satu ilmu yang berdiri sendiri yang dinamakan Ilmu hadis. Di antara para ahli Hadis yang termasyhur pada masa Dinasti Umayyah adalah Al-Auzai Abdurrahman bin Amru, Hasan Basri, Ibnu Abu Malikah, dan Asya’bi Abu Amru bin Syurahbil.[16]
f.          Ilmu Fiqh
Setelah Islam menjadi daulah, maka para penguasa sangat membutuhkan adanya peraturan-peraturan untuk menjadi pedoman dalam menyelesaikan berbagai masalah. Mereka kembali kepada Al-Qur’an dan Hadis dan mengeluarkan Syari’at dari kedua sumber tersebut untuk mengatur pemerintahan dan memimpin rakyat. Al-Qur’an adalah dasar fiqh Islam, dan pada zaman ini ilmu fiqh telah menjadi satu cabang Ilmu Syari’at yang berdiri sendiri. Diantara ahli fiqh yang terkenal adalah Sa’ud bin Musib, Abu Bakar bin Abdurrahman, Qasim Ubaidillah, Urwah, dan Kharijah.
g.         Ilmu Nahwu
Pada masa Dinasti Umayyah karena wilayahnya berkembang secara luas, khususnya ke wilayah di luar Arab, maka Ilmu Nahwu sangat diperlukan. Hal tersebut disebabkan pula bertambahnya orang-orang ajam (non-Arab) yang masuk Islam, sehingga keberadaan Bahasa Arab sangat dibutuhkan. Oleh karena itu, dibukukanlah Ilmu Nahwu dan berkembanglah satu cabang ilmu yang penting untuk mempelajari berbagai Ilmu Agama Islam.
h.         Ilmu Jughrafi dan Tarikh
Jughrafi dan Tarikh pada masa Dinasti Umayyah telah berkembang menjadi ilmu tesendiri. Demikian pula Ilmu Tarikh ( ilmu sejarah), baik sejarah maupun sejarah islam pada khususnya. Adanya pengembangan dakwah islam ke daerah-daerah baru yang luas dan jauh menimbulakan gairah untuk mengarang Ilmu Jughrafi (ilmu bumi atau geografi), demikian pula Ilmu Tarikh. Ilmu Jughrafi dan Ilmu Tarikh lahir pada masa Dinasti Umayyah, barulah berkembang menjadi suatu ilmu yang betul-betul berdiri sendiri pada masa ini.[17]
i.           Usaha Penerjemahan
Untuk kepentingan pembinaan dakwah Islamiyah, pada masa Dinasti Umayyah dimulai pula penerjemahan buku-buku ilmu pengetahuan dari bahasa-bahasa lain ke dalam Bahasa Arab. Dengan demikian, jelaslah bahwa gerkan penerjemahan telah dimulai pada zaman ini, hanya baru berkembang secara pesat pada zaman Dinasti Abbasiyah.
Demikianlah berbagai kemajuan Ilmu pengetahuan pada Dinasti Umayyah yang telah berkembang pesat sebagai embrio perkembangan ilmu pengetahuan pada zaman Dinasti Umayyah[18]       
D.           Masa Pemerintahan Dinasti Abbasiyah
Pemerintahan Dinasti Abbasiyah dinisbatkan kepada Al-Abbas paman Rasulullah SAW, sementara khalifah pertama dari pemerintahan ini adalah Abdullah Ash-Shaffah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib.
Dinasti Abbasiyah didirikan pada tahun 132/750 M, oleh Abul Abbas Ash-Shafah, dan sekaligus sebagai khalifah pertama. Kekuasaan Dinasti Abbasiyah berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, yaitu selama lima abad dari tahun 132-656 H (750-1258 M). berdirinya pemerintahan ini dianggap sebagai kemenangan pemikiran yang pernah dikumandangkan oleh Bani Hasyim setelah meninggalnya Rasulullah dengan mengatakan bahwa yang berhak untuk berkuasa adalah keturunana Rasulullah dan anak-anaknya.[19]
Masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah yang begitu lama itu dipimpin oleh 37 khlifah, diantara yang berpengaruh besar terhadap Dinasti Abbasiyah yaitu:[20]
1.        Pemerintahan Abul Abbas Ash-Shafah
Bani Abbasiyah mewarisi imperium besar dari Bani Umayyah. Mereka memungkinkan dapat mencapai hasil lebih banayak karena landasannya telah dipersiapkan oleh Bani Umayyah yang besar, dan Abbasiyah yang pertma memanfaatkannya. Penggantian Umayyah oleh Abbasiyah ini di dalam kepemimpinan masyarakat Islam lebih dari sekedar penggantian dinasti. Ia merupaka revolusi dalam sejarah Isam, suatu titik balik yang sama pentingnya senga revolusi Prancis, dan revolusi Rusia di dalam sejarah barat.
Seluruh anggota keluarga Abbas dan pimpinan umat Islam menyatakan setia kepada Abul Abbas Ash-Shafah sebagai khalifah mereka. Ash-Shafah kemudian dipindah ke Ambar, sebelah barat sungai Eufrat dekat Baghdad. Ia menggunakan sebagian besar dari masa pemerintahannya untuk mememranagi para pemimpin arab yang kedapatan membantu Bani Umayyah. Ia mengusir mereka kecuali Abdurrahman, yang tidak lama kemudian mendirikan Dinasti Umayyah di Spanyol. Ash-Shafah juga memeutuskan untuk menghabisi nyawa beberapa orang pembantu Umayyah.[21]
2.        Masa pemerintahan Harun Ar-Rasyid
Pada periode pertama pemerintahan Dinasti Abbasiyah mencapai masa keemasan. Secara politis para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik sekaligus agama. Disisi lain kemakmuran masayarakat mencapai puncak tertinggi. Pada periode ini juga berhasil meyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam.
Pada masa Harun Ar-Rasyid ini terjadi kejayaan Dianasti Abbasiyah, hal itu telihat dari makmurnya Negara pada masa pemerintahannya, kekayaan melimpah, keamanan terjamin walaupun ada juga pemberontakan, dan luas wilayahnya mulai dari Afrika Utara hingga ke India. Ia juga mendirikan perpustakaann yang diberi nama Baitul Hikmah, di dalamnya orang dapat membaca, menulis dan berdiskusi.
Pada masanya berkembang ilmu pengetahuan agama, seperti Al-Qur’an, Qira’at, Hadis, Fiqh, Ilmu Kalam, Bahasa dn Sastra, disamping itu berkembang pula ilmu filsafat, logika, metafisika, matematika, ilmu alam, geografi, aljabar, mekanika, astronomi, musik, kedokteran dam kimia. 
Lembaga pendidikan pada masa Dinasti Abbasiyah mengalami perkembangan dan kemjuan sangat pesat. Hal ini sangat ditentukan oleh perkembangan Bahasa Arab, baik sebagai bahasa Administrasi yang sudah berlaku sejak zaman Dinasti Umayyah, maupun sebagai bahasa ilmu pengetahuan. Kemajuan ilmu pengetahuan pada masa itu juga disebabkan oleh 2 hal, yaitu sebagai beriku:
a.         Terjadinya asimilasi antara Bahasa Arab dengan bahasa-bahasa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan.
b.          Terjadinya Gerakan penerjemahan buku.
3.        Pekembangan Ilmu Pengetahuan pada masa Dinasti Abbasiyah
a.         Bidang Agama
Kemajuan di bidang agama antara lain dalam bebebrapa bidang ilmu, yaitu Ulumul Qur’an, Ilmu Tafsir, Hadis, Ilmu Kalam, Bahasa, Dan Fiqh.
b.         Bidang Umum
Dalam bidang umum antara lain berkembang beberapa kajian dalam bidang Filsafat, Logika, Metafisiska, Matematika, Ilmu Alam, Geometri, Aljabar, Aritmatika, Mekanika, Astronomi, Musik, kedokteran, Kimia, Sejarah dan Sastra.  [22]   

 
IV.        Kesimpulan
Dalam Al-Qur’an, manusia secara umum merupakan Khalifah Allah di muka bumi untuk merawat dan memberdayakan bumi beserta isinya. Sedangkan khalifah secar khusus maksudnya adalah pengganti Nabi Muhammdad SAW sebagai imam umatnya, dan secara kondisional juga menggantikannya sebagai penguasa sebuah identitas kedaulatan Islam (Negara).
Adapun sahabat Rasul yang  dijadikan sebagai Khalifah adalah:
1.        Abu Bakar Ash Shiddiq
2.        Umar bin Khattab
3.        Ustman bin Affan
4.        Alin bin Abi Thalib
Kemajuan ilmu pengetahuan Masa Khulafaurrasyidin, antara lain: Ilmu Qiraat, Tafsir Al-Qur’an, Ilmu Hadist, Khat Al-Qur’an, Ilmu Fikih, Ilmu Nahwu, Ilmu Sastra, Ilmu Arsitektur.
Setelah masa pemerintahan Khualafaurrasyidin, pemerintahan di pegang oleh Dinasti Umayyah dan Dinasti Abbasiyah, juga memberikan pengaruh yang besar tehadap peradaban Islam. Contohnya pada masa Dinasti Umayyah pada masa Muawiyah bin Abu Sofyan, Abdul Malik dan Umar bin Abdul Aziz yang membawa Dinasti Umayyah mencapai Puncak kejayaan. Pada Masa Umayyah ini terjadi pula perkembangan ilmu pengetahuan antara lain: pengembangan Bahasa Arab, Marbad sebagai kota pusat kegiatan ilmu, Ilmu Qiraat, Ilmu Tafsir, Ilmu Hadis, Ilmu Fiqh, Ilmu Nahwu, Ilmu Jughrafi dan Tarikh,  dan Usaha Penerjemahan.
Pada masa Abbasiyah juga mengelami kejayaan salah satunya pada masa Harun Ar-Rasyid. Pada Masa ini juga terjadi perkembangn ilmu pengetahuan baik bidang Agama maupun Umum anatara lain: Ulumul Qur’an, Ilmu Tafsir, Hadis, Ilmu Kalam, Bahasa, Fiqh, bidang Filsafat, Logika, Metafisiska, Matematika, Ilmu Alam, Geometri, Aljabar, Aritmatika, Mekanika, Astronomi, Musik, kedokteran, Kimia, Sejarah dan Sastra.



  
          


[1] Adang Afandi, Studi Sejarah Islam (Bandung: Putra Abardin, 1995), hlm. 88.
[2] Adang Afandi, Studi Sejarah Islam , hlm. 90.
[3] Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam (Semarang: Pustaka Rizki Utama, 2015), hlm. 51.
[4] Adang Afandi, Studi Sejarah Islam, hlm. 101.
[5] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Amzah, 2014), hlm. 98.
[6] Adang Afandi, Studi Sejarah Islam , hlm. 120-121.
[7] Imam Fu’adi,Sejarah Peradaban Islam (Yogyakarta: Teras,2011), hlm. 34-42.
[8] Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 54-55.
[9] Imam Fu’adi,Sejarah Peradaban Islam, hlm. 52-55.
[10] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 109.
[11] Adang Afandi, Studi Sejarah Islam, hlm. 149-150.
[12] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 118-120.
[13] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 124-125.
[14] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 126-128.
[15] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 133-135.
[16] Ibid
[17] Ibid
[18] Ibid
[19] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 139.
[20] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 140-146.
[21] Ibid
[22] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 148-152.