Selasa, 10 Mei 2016

Pendidikan Gender Ala RA. Kartini dan relevansinya dengan Pendidikan Islam serta Budaya Jawa




Ronggo warsito merupakan salah satu museum yang ada di kabupaten Semarang provinsi Jawa Tengah, di dalam museum ini terdapat berbagai macam koleksi mulai dari pakaian adat, barang-barang zaman kuno, alat-alat seni tradisional, gambar para pahlawan beserta perjuangannya untuk mencapai kemerdekaan negeri ini, salah satu pahlawannya adalah RA. Kartini. Raden Adjeng Kartini merupakan pahlawan emansipasi wanita yang lahir di Jepara. Kartini lahir dalam keluarga yang berpendidikan baik, dari pasangan Sosroningrat (Bupati Jepara) dan Ngasirah. Semasa hidupnya kartini telah banyak menulis surat kepada Ny. Abendanon dan rekannya di Belanda yang berisi tentang perjuangan melawan penjajah, terutama wanita Indonesia.
Tujuan RA. Kartini di dalam menulis surat kepada rekan-rekanya adalah untuk memperjuangkan wanita Indonesia khususnya wanita Jawa agar dapat mengenyam pendidikan seperti halnya laki-laki, karena Apabila laki-laki dan perempuan memperoleh pendidikan yang sama (tidak bias gender) maka mereka secara optimal mampu mengembangkan segala kreatifivitas yang dimiliki sehingga dapat bermanfaat bagi dirinya sendiri dan masyarakat.
Hal tersebut sesui dengan pemikiran RA. Kartini “Habis Gelap Terbitlah Terang” yaitu dari zaman kebodohan menuju zaman yang lebih terang dengan memberikan kebebasan kepada laki-laki dan perempuan untuk memperoleh pendidikan yang sama, karena hal itu akan berdampak pada kemampuan mereka membawa tanah air dan bangsanya kearah perkembangan jiwa, kearah kecerdasan pikiran serta kemakmuran dan kesejahteraan, karena perempuan khususnya ibu adalah seseorang yang akan membawa perubahan perdaban kearah perbaikan melalui pembelajaran yang diberikan kepada anak-anaknya. Sesuai dengan hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, bahwasnya “Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim”. Dari situ kita dapat mengkap bahwa ajaran islam mewajibkan kepada semua orang tidak pandang laki-laki maupun perempuan, kaya maupun miskin, diwajibkan untuk menempuh pendidikan.
Contoh di atas bertolak belakang dengan adat jawa, terkait pemetaan wilayah kerja seorang perempuan yang hanya masak, melahirkan dan berdandan. Dari situ muncul ungkapan Swarga nunut neraka katut,perempuan digambarkan tidak memiliki peran sama sekali. Hal ini menunjukkan sempitnya ruang gerak dan pemikiran perempuan sehinggaperempuan tidak memiliki cakrawala di luar tugas-tugas domestik, yang berakibat perempuan tidak bisa mandiri dan tidak mampu berperan serta dalam lingkungannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar